Agaknya ungkapan "... ia datang seperti pencuri" sangat relevan bila diasosiasikan dengan datangnya gempa atau bencana alam yang akhir-akhir ini sering melanda negeri kita. Ungkapan di atas kita kenal dengan penggambaran kedatangan Tuhan Yesus ke-2 kalinya yang oleh iman Kristiani dipercaya tidak satu pun manusia mengetahui kapan waktunya tiba. Pencuri tidak pernah memberi tahu terlebih dahulu kepada pemilik rumah bahwa ia akan menyatroni harta si pemilik rumah yang disasar. Begitu juga gempa.
Kita tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa bencana gempa Sabtu (27/5) yang melanda DIY dan Jateng akan terjadi. Korban berjatuhan. Orang-orang yang siaga terhadap bahaya Gunung Merapi justru dikejutkan dengan gempa tektonik.
Melihat negeri kita yang "langganan" gempa, tidak berkesalahan bagi kita untuk bisa setiap saat siaga terhadap bahaya gempa ini.
Untuk setiap daerah perlu dibuat suatu sistem terpadu dalam menghadapi suatu waktu gempa datang di daerah kita masing-masing. Pemerintah daerah, idealnya dibuat berjenjang, membuat pendataan warganya secara akurat. Kalau boleh di setiap RT ada sebuah komputer yang bisa menyediakan informasi tentang data warganya secara cermat. Dengan demikian, saat gempa terjadi, jumlah korban tidak simpang siur dan bisa digunakan untuk pemetaan penyaluran bantuan. Diharapkan untuk tidak lagi terjadi kejadian seperti di Aceh dan Nias dan di Jogyakarta/Jateng, di mana korban ada yang tidak mendapatkan bantuan sesaat setelah gempa terjadi.
Sistem pendataan ini secara terintegrasi diolah oleh badan penanganan bencana di daerah itu atau satkorlak. Setelah gempa terjadi, maka dari data itu satkorlak akan melansir serta memetakan jumlah korban dan jenis bantuan yang diperlukan.
Tidak perlu menunggu-nunggu waktu lagi agar pemerintah bisa memberi penyuluhan kepada warganya agar senantiasa berjaga-jaga bila suatu waktu terjadi bencana seperti gempa. Misalnya saja, untuk rumah-rumah yang bertingkat bila keadaan sudah tidak memungkinan keluar rumah, jalan satu-satunya berlari ke tingkat paling atas untuk menghindari terkena robohan tembok. Pengalaman di Nias, waktu terjadi gempa, penghuni rumah yang sudah ada di lantai atas lalu berlari ke tingkat paling bawah yang justru membuat mereka menjadi korban.
Diperlukan sebuah lembaga yang khusus menangani pembiayaan penanganan korban gempa. Sehingga dengan begitu, keperluan mendesar bisa diatasi oleh dana dari lembaga ini. Perolehan dana lembaga ini, selain dari sumbangan sukarela donatur atau masyarakat, bisa dipikirkan juga perolehan dana dari disisihkannya berapa persen dari nilai setiap pajak yang dibayarkan pada setiap transaksi kena pajak oleh masyarakat. Lembaga ini efektif diadakan di tingkat kecamatan sehingga penanganan para korban bisa cepat. Lembaga itu akan mengurus warga yang ada di daerahnya masing-masing.
Selain itu, bagi setiap masyarakat yang hendak membangun rumah, hendaknya memerhatikan konstruksi bangunannya. Fondasi yang kuat akan mengurangi kerusakan fatal di saat gempa terjadi.
Di setiap rumah sakit adalah perlu disiagakan beberapa armada ambulans yang khusus disiagakan untuk keadaan darurat seperti gempa yang dahsyat di DIY-Jateng tersebut.
Akan tetapi, di atas segalanya, marilah kita setiap saat siap siaga. Dan memohon kepada Tuhan agar daerah kita, bangsa kita bisa dihindari dari bencana-bencana selanjutnya. "Sebab ia datang seperti pencuri!" Read more!
STOP PRESS! Gempa berkekuatan 5,9 skala Richter selama 57 detik di Yogyakarta dan sekitarnya, Sabtu (28/5) pagi. Hingga pukul 15.15, jumlah korban meninggal dilaporkan mencapai 1.700 jiwa. (Pukul 18.00, korban meninggal mencapai 2.335 orang). Informasi hari Senin (29/5) pukul 18.00 korban meninggal sebanyak 5.136 orang.
Sesaat setelah gempa, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dilaporkan terbang menuju Yogyakarta pada pukul 15.00.
Bantuan yang sangat diperlukan oleh para korban dari para donatur jangka mendesak,
makanan yang bisa langsung disantap, karena ketiadaan alat-alat membuat para korban tidak bisa memasak.
tenda, karena menurut informasi setelah gempa, Yogyakarta sering diguyur hujan.
obat-obatan
pakaian
selimut
pembalut buat para wanita
korek api dan senter
makanan bayi
air mineral buat minum.
MCK darurat
Untuk jangka pendek:
alat-alat dapur.
bahan kebutuhan pokok sehari-hari: beras, garam, kopi, gula, lauk-pauk.
Setelah itu:
para korban perlu dibantu untuk membangun rumah mereka kembali.
Untuk para wanita yang hari-hari ini sedang terbeban mencari pasangan hidup, semoga bisa terilhami dengan cerita ini
Sebuah toko yang menjual suami baru saja dibuka di kota New York di mana wanita dapat memilih suami. Di antara instruksi-instruksi yang ada di pintu masuk terdapat instruksi yang menunjukkan bagaimana aturan main untuk masuk toko tersebut. "Kamu hanya dapat mengunjungi toko ini SATU KALI"
Toko tersebut terdiri dari enam lantai di mana setiap lantai akan menunjukkan sebuah calon kelompok suami. Semakin tinggi lantainya, semakin tinggi pula nilai lelaki tersebut. Bagaimanapun, ini adalah semacam jebakan. Kamu dapat memilih lelaki di lantai tertentu atau lebih memilih ke lantai berikutnya, tetapi dengan syarat, tidak bisa turun ke lantai sebelumnya kecuali untuk keluar dari toko...
Lalu, seorang wanita pun pergi ke toko "suami" tersebut untuk mencari suami. Di lantai 1 terdapat tulisan seperti ini:
Lantai 1: Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan dan taat pada Tuhan.
Wanita itu tersenyum, kemudian dia naik ke lantai selanjutnya.Di lantai 2 terdapat tulisan seperti ini:
Lantai 2 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan,taat pada Tuhan, dan senang anak kecil.
Kembali wanita itu naik ke lantai selanjutnya.Di lantai 3 terdapat tulisan seperti ini:
Lantai 3 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil dan cakep banget.
''Wow'', tetapi pikirannya masih penasaran dan terus naik. Lalu, sampailah wanita itu di lantai 4 dan terdapat tulisan:
Lantai 4: Lelaki di lantai ini yang memiliki pekerjaan, taat kepada Tuhan, senang anak kecil, cakep banget, dan suka membantu pekerjaan rumah.
''Ya ampun !'' Dia berseru, ''Aku hampir tak percaya.'' kata wanita itu. Dan dia tetap melanjutkan pencariannya ke lantai 5 dan terdapat tulisan:
Lantai 5 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat kepada Tuhan, senang anak kecil, cakep banget, suka membantu pekerjaan rumah, dan memiliki rasa romantis.
Dia tergoda untuk berhenti, tetapi kemudian dia melangkah kembali ke lantai 6 dan terdapat tulisan seperti ini:
Lantai 6 : Anda adalah pengunjung yang ke 4.363.012. Tidak ada lelaki di lantai ini. Lantai ini hanya semata-mata bukti untuk wanita yang tidak pernah puas. Terima kasih telah berbelanja di toko "Suami". Hati-hati ketika keluar toko dan semoga hari yang indah buat Anda.
Blog bisa menjadi ancaman serius bagi media cetak. Lho kok bisa? Setidaknya berita Kompas beberapa hari lalu menyatakan demikian.
Pernyataan ini mungkin kedengarannya agak berlebihan karena sejauh ini belum ada penelitian yang serius yang membuktikan hal tersebut. Tetapi, melihat trennya dan semakin menggemanya isu tentang dunia blog akhir-akhir ini, agaknya pernyataan ini tidaklah mengada-ada.
Coba bayangkan kalau di Jakarta saja, misalnya, ada sejuta blogger aktif setiap hari, dan mereka ini tidak perlu membeli koran karena hampir semua informasi bisa mereka dapatkan lewat blog. Kalaupun membaca koran, mereka paling mengaksesnya melalui situs media bersangkutan. Ini dipastikan bisa membuat pengelola media cetak ketar-ketir juga.
Selain kebebasan memperoleh informasi yang tak terbatas, yang tidak didapatkan di surat kabar, blog juga menciptakan interaksi khalayak dalam posisi setara, tidak seperti hubungan yang diperoleh antara pengelola media cetak dan pembacanya. Apa pun "kasus" yang ditulis di blog bisa langsung ditanggapi tanpa harus melalui meja editor terlebih dahulu dan langsung mendapat feedback.
Kehadiran blog juga mendorong masyarakat untuk membiasakan diri menuangkan isi kepalanya ke dalam tulisan. Hal yang belum menjadi tradisi di negara ini. Lewatkan waktumu sesaat mengeklik blog-blog bermutu yang sudah ada (kecuali blog ini tentunya). Anda akan mengaminkan bahwa para pemiliknya begitu mahir merangkai kata-kata untuk dimaknai menjadi sebuah informasi yang bermakna pula.
Untuk itu, tidaklah berlebihan bila Departemen Pendidikan memasukkan blog ini sebagai sarana untuk membiasakan anak didik sejak bangku SD untuk tulis-menulis. Dan, lihat hasilnya lima tahun mendatang.
Ketika pertama kali tiba di Pulau Jawa, aku mulai mengenal kata wedhus saat seorang teman mengatai teman saya yang lain dengan: wedhus lo...! (kambing lo...). Kali ini, kata wedhus untuk arti lain saya tahu lagi.
Di media massa cetak dan elektronik kata wedhus gembel dan Mbah Maridjan begitu populer akhir-akhir ini. Ini tentu ada hubungannya dengan aktivitas Gunung Merapi.
Awalnya wedhus gembel kirain sebutan buat kambing yang gembel. Ternyata itu istilah awan panas yang konon bersuhu hingga 300 derajat Celsius, yang dimuntahkan oleh Merapi. Dinamakan wedhus gembel karena bentuk awan panas itu menyerupai bulu kambing atau wedhus yang bergelombang.
Mbah Maridjan, juru kunci Merapi, juga bisa dibilang jadi man of the month. Ia bergeming, tak ingin dievakuasi. Walaupun Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X sudah mengeluarkan instruksi. "Merapi sedang ewuh, sedang ada hajatan, yaitu membangun diri. Kalau Merapi mbangun, kita semua harus mbangun kesabaran," pesan Mbah Maridjan seperti ditulis Kompas, Selasa (16/5) hal 16 tanpa menjelaskan Merapi sedang membangun apa.
Kesabaran dan keteguhan hati Mbah Maridjan perlu ditiru walau tidak memadai secara logika orang normal. Ia tetap tegar menghadapi wedhus gembel, hujan abu, dan lava pijar.
Sudah hampir seminggu Pak Jarwo yang berkacamata tebal dan besar itu tidak terlihat. Biasanya setiap pagi, dua-tiga kali ia melintas di jalan Blok H4 Vila Pertiwi, Depok, membawa penumpang.
Bermodal sepeda motor, Pak Jarwo asal Garut itu mengadu nasib dan bertahan untuk bisa terus hidup dengan penghasilan tidak lebih dari 15.000 rupiah sehari. Istrinya yang juga dari Garut tak kalah inisiatif, ia menjadi tukang cuci dan gosok di beberapa rumah dengan upah Rp 150.000 hingga Rp 200.000 sebulan.
"Bu, suami saya jatuh. Gas motornya gak bisa balik. Ia terlontar dan jatuh. Tangannya luka dan tidak bisa digerakkan." kata istri Jarwo kepada seorang ibu pemilik sebuah rumah di mana ia bekerja sebagai tukang cuci.
"Sudah dibawa ke rumah sakit," kata ibu itu.
"Belum. Diobati di rumah saja, ke rumah sakit enggak ada biaya bu," kata istri Jarwo.
Dalam situasi seperti sekarang ini, kehidupan keluarga Jarwo tentu bertambah berat. Penghasilan dari mengojek berhenti sudah. Istrinya terpaksa harus meminjam uang guna sekadar bisa membeli beras. Cucunya, Selvi, yang kelas I SD juga masih harus menjadi tanggungannya. Rupanya penderitaan keluarga ini tidak berhenti hingga di sini, Selvi juga sedang sakit.
Apa yang dialami oleh keluarga Jarwo adalah cerminan betapa sulitnya hidup di tengah-tengah tidak menentunya keekonomian negara yang "kaya-raya" ini. Luka akibat jatuh itu terpaksa harus dibiarkan mengering secara alami. Tangan yang terbanting, memar, dan entah retak, diharapkan sembuh dengan sendirinya. Tidak cukup itu, perut pun direlakan kadang-kadang tak terisi nasi.
Belas kasihan dan uluran tangan ibu-ibu yang sering membelikan beras, memberi telur, dan sekali-kali meminjamkan uang tidaklah membuat nasib Jarwo dan keluarganya menjadi lebih baik.
Jarwo tentu berharap bisa cepat mengojek lagi, tetapi entah kapan....