Wednesday, May 10, 2006 |
Si Jarwo Jatuh |
Sudah hampir seminggu Pak Jarwo yang berkacamata tebal dan besar itu tidak terlihat. Biasanya setiap pagi, dua-tiga kali ia melintas di jalan Blok H4 Vila Pertiwi, Depok, membawa penumpang.
Bermodal sepeda motor, Pak Jarwo asal Garut itu mengadu nasib dan bertahan untuk bisa terus hidup dengan penghasilan tidak lebih dari 15.000 rupiah sehari. Istrinya yang juga dari Garut tak kalah inisiatif, ia menjadi tukang cuci dan gosok di beberapa rumah dengan upah Rp 150.000 hingga Rp 200.000 sebulan.
"Bu, suami saya jatuh. Gas motornya gak bisa balik. Ia terlontar dan jatuh. Tangannya luka dan tidak bisa digerakkan." kata istri Jarwo kepada seorang ibu pemilik sebuah rumah di mana ia bekerja sebagai tukang cuci.
"Sudah dibawa ke rumah sakit," kata ibu itu.
"Belum. Diobati di rumah saja, ke rumah sakit enggak ada biaya bu," kata istri Jarwo.
Dalam situasi seperti sekarang ini, kehidupan keluarga Jarwo tentu bertambah berat. Penghasilan dari mengojek berhenti sudah. Istrinya terpaksa harus meminjam uang guna sekadar bisa membeli beras. Cucunya, Selvi, yang kelas I SD juga masih harus menjadi tanggungannya. Rupanya penderitaan keluarga ini tidak berhenti hingga di sini, Selvi juga sedang sakit.
Apa yang dialami oleh keluarga Jarwo adalah cerminan betapa sulitnya hidup di tengah-tengah tidak menentunya keekonomian negara yang "kaya-raya" ini. Luka akibat jatuh itu terpaksa harus dibiarkan mengering secara alami. Tangan yang terbanting, memar, dan entah retak, diharapkan sembuh dengan sendirinya. Tidak cukup itu, perut pun direlakan kadang-kadang tak terisi nasi.
Belas kasihan dan uluran tangan ibu-ibu yang sering membelikan beras, memberi telur, dan sekali-kali meminjamkan uang tidaklah membuat nasib Jarwo dan keluarganya menjadi lebih baik.
Jarwo tentu berharap bisa cepat mengojek lagi, tetapi entah kapan....
|
posted by Apollo Lase @ 8:46 PM |
|
|