"Yang benar itu mempraktikkan atau memratikkan? kata seorang teman saya.
"Mempraktikkan...," jawab saya.
"Lho, mempesona jadi memesona, memperhatikan jadi memerhatikan. Kok gak sama sih. Bukankah mempraktikkan itu kata dasarnya juga berawalan "p" yang harusnya luluh.
Itu sekilas dialog yang terjadi di sebuah diskusi soal bahasa belum lama ini. Ada kebingungan bagi sebagian penulis, wartawan, atau masyarakat umum, termasuk para blogger, kapan suatu kata itu luluh dan kapan tidak.
Kita pasti sudah tahu bahwa kata-kata yang berawalan "p", "t", "k", "s" bila diikuti awalan (prefiks) "me-" maka huruf awal tersebut akan luluh. Yang tidak semua orang tahu adalah bahwa aturan tersebut tidak berlaku untuk kata yang diawali dengan konsonan rangkap, seperti praktik, proses, syarat, proyeksi, dan sebagainya. Maka, kita mengenal kata mempratikkan, memproses, mensyaratkan, memproyeksikan. Sebaliknya, kita juga mengenal kata memosisikan, memerhatikan, memesona, menulis, menyosialisasikan, menyurvei, menyajikan, dan lain-lain.
Lalu, bagaimana dengan kata "me-punya-i". Banyak kalangan masih memperdebatkan kata ini. Ada yang bilang kata ini kata dasarnya "punya" ada yang bilang kata dasarnya "empunya". Memang agak lucu bila ditulis dengan memunyai. Saya sendiri lebih memilih kata ini untuk digantikan dengan sinonimnya, "memiliki".
Di beberapa media massa, kesalahankaprahan ini sering kali masih kita jumpai. Padahal, posisi media massa sebagai fungsi edukasi begitu strategis sehingga pembacanya menjadi tercerahkan.
Ini hanya uneg-uneg saja, siapa tahu bisa bermanfaat.
|
>>bverly, makasih atas kepusinganmu bev [*gubrax, gw dijitak, eit!, gak kena* :P]
yang bener itu praktik, maka ada kata berpraktik, mempraktikkan, ada kata pratikum (bukan praktekum), praktikan = seorang yang mengikuti praktikum, praktis (bukan praktes).
smoga kamu terhibur bev?? ha?